Minggu, 23 November 2014

Fungsi dan Tujuan Perusahaan Koperasi

Fungsi dan Tujuan Perusahaan Koperasi

Fungsi-Fungsi Perusahaan Koperasi adalah sebagai berikut:
- Perlindungan terhadap sanksi-sanksi yang dapat timbul dari pengaruh lingkungan.
- Keuntungan dan Kerjasama melalui usaha bersama ini terutama berkaitan dengan realisasi dari pada "economic of large scale"
- Perbaikan posisi pasar
- Kemungkinan - kemungkinan yang lebih besar dalam berkomunikasi
- Memperlancar jalinan komunikasi

Tujuan Usaha Perusahaan Koperasi
1. Mempertahankan, jika mungkin meningkatkan bagian pasar dari suatu (beberapa) barang dan jasa dan menekankan serendah-rendahnya biaya produksi, yang harus lebih rendah dan sekurang - kurangnya sama dengan biaya produksi biaya pesaingnya.

2. Melindungi potensi ekonomisnya, menjaga/mengamankan likuiditasnya, dan menciptakan inovasi.

Sumber: buku Koperasi, karya Prof. Dr. Sartika Partomo, M.S

Sejarah Koperasi di Indonesia



Sejarah Koperasi di Indonesia
Pada masa penjajahan di berlakukan “culturalstelsel” yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongn bawah. Peristiwa tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto:Raden Aryo Wiraatnadja (1895) untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya di awali dengan menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan :”Hulpen Spaaren Laudbowcreedet”, didirikan juga:rumah-rumah gadai, lumbung desa, dan ban-bank desa.
Pada tahun 1908 lahir perkumpulan “Budi Utomo” didirikan oleh Raden Soetomo yang dalam programnya memanfaatkan sector pengkoprasian untuk menyejahterahkan rakyat miskin, di mulai dengan koperasi industry kecil dan kerajinan. Ketetapan Kongres Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain: memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui endidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoperasi. Telah didirikan “TokoAdil” sebagai langkah pertama pembentukan Koperasi Konsumsi.
Tahun 1915 lahir UU Koperasi yang pertama :”Verodening op de Coperative Vereebiguijen” dengan Koninkijk Besluit 7 April 1912 stbl 431 yang bunyinya sama dengan UU Koperasi di Negeri Belanda (tahun 1876) yang kemudian di ubah tahun 192. Kesulitannya bagi rakyat Indonesia, anggaran dasar koperasi tersebut harus dalam bahasa Belanda dan di buat di hadapan notaries.
Tahun-tahun selanjutnya di usahakan perkembangan koperasi oleh para pakar dan politisi nasional. Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945) usaha-usaha koperasi di koordinasikan/dipusatkan dalam badan-badan koperasi di sebut “Kumiai” yang berfungsi sebagai pengumpul barang-barang logistic untuk kepentingan perang. Tujuan Kumiai tersebut bertentangan dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Fungsi koperasi hanya sebagai alat untuk mendistribusikan bahan-bahan kebutuhan pokok untuk kepentingan perang Jepang, bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Setelah kemerdekaan 17 Agusrus 1945, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan ekonominya. Tekad para pemimpin bangsa Indonesia untuk mengubah perekonomian Indonesia yang liberal kapitalistik menjadi tata perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Bangsa Indonesia bermakasud untuk menyusun suatu system perekonomian usaha berdasarkan asas kekeluargaan. Bung Hatta menyatakan bangun usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 adalah koperasi. Koperasi adalah bangun usaha yang sesuai dengan system perekonomian yang akan di kembangkan di Indonesia.
Agar pengembangan koperasi benar-benar sejalan dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Maka pemerintah melakukan reorganisasi terhadap Jawatan Koperasi dan perdagangan menjadi dua Jawatan yang terpisah. Jawatan Koperasi mengurus pembinaan dan pengembangan koperasi secara intensif dengan menyusun program dan strategi yang tepat. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, karena di dukung oleh masyarakat.
Usaha pengembangan koperasi mengalami pasang surut mengikuti perkembangan politik. Kongres-kongres koperasi, munas-munas, dan lain-lain untuk pengembangan koperasi terus berlanjut. Tahun1958:UU No 70/1958 telah lahir UU tentang Koperasi pada dasrnya berisi tentang pembentukan dan pengelolaan koperasi (seperti prinsip-prinsip Rochdale). Terbit peraturan-peraturan pemerintah yang maksudnya mendorong pengembangan koperasi dengan fasilitas-fasilitasnya yang menarik (PP dari Menkibud) tahun 1959: mewajibkan pelajar menabung dan berkoperasi. Perkembangan tersebut tidak berlanjut, karena partai-partia politik ada yang memanfaaktan koperasi sebagai alat politik untuk memperluas pengaruhnya. Sehingga merusak citra koperasi dan hilang kepercayaan terhadap koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memperjuangkan peningkatan kesejahteraan mereka.
Untuk mengatasi situasi tersebut. Pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No 12/1967 untuk rehabilitasi koperasi. Koprasi mulai berkembang lagi, salah satu programnya adalah pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) yang merupakan penyatuan dari beberapa koperasi pertanian kecil di pedesaan dan di integrasikan dengan pembangunan di bidang – bidang lain. Perkembangan koperasi secara kuantitas meningkat, tetapi secara kualitatif masih terdapat banyak kelemahan. Salah satu kelemahan yang menonjol adalah tingginya tingkat ketergantungan koperasi terhadap fasilitas dan campur tangan Pemerintah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut UU No. 12/1967 di sempurnakan lagi dengan UU No. 25/1992. Melalui UU No. 25/1992 ada beberapa perubahan yang mendasar pada pengertian koperasi dan berbagai aspek teknis pengelolaannya. 

Sumber: Buku Koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S

LANDASAN DAN ASAS KOPERASI



LANDASAN DAN ASAS ORGANISASI KOPERASI
Landasan organisasikoperasi merupakan pedoman dalam menentukan arah, tujuan peranan, kedudukan organisasikoperasi dalam system perekonomian Indonesia. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Pengkoperasian menyatakan bahwa organisasi koperasi di Indonesia mempunyai landasan sebagai berikut.
Landasan Idiil
            Sesuai dengan Bab II UU No. 25, landasan idiil organisasi koperasi Indonesia adalah pancasila. Pancasila adalah pandangan hidup dan ideology bangsa Indonesia. Masing-masing sila menjadi pedoman yang mengarahkan semua tindakan dan kegiatan organisasi koperasi. Undang-Undang Dasar 1945 khusus-nya Pasal 33 ayat (I) menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat yang di utamakan bukan kemakmuaran orang-seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Penjelasan 33 menempatkan koperasi dalam kedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian integral tata perekonomian nasional.
            Koperasi merupakan badan usaha yang memerlukan organisasi sebagai sarana mengelola kegiatannya secara baik. Organisasi dimaksud harus sesuai dengan bentuk hukum (legal entity) yang dimiliki badan usaha tersebut. Beberapa bentuk jenis hokum suatu usaha bisnis antara lain berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang tunduk pada hokum dagang (KUHD). Organisasi koperasi di atur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Organisasi adalah perangkat atau wadah untuk mengelola suatu usaha menurut system tertentu yang disebut manajemen, yang rincian fungsi-fungsinya di jabarkan menjadi uraian tugas-tugas (job description) dalam organisasi yang dikelompokan sedemikian rupa menjadi bagian-bagian (division), seksi-seksi dan lain-lain kelompok kerja yang di tentukan batas-batas pertanggung jawaban masing-masing pimpinan kelompok kerja tersebut. Tata kerja tersebut dilakukan oleh setiap badan usaha, termasuk koperasi.

Sumber: buku Koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S

PERBEDAAN ANTARA KOPERASI DAN PERUSAHAAN KONVENSIONAL



PERBEDAAN ANTARA KOPERASI DAN PERUSAHAAN KONVENSIONAL

Kekhususan dalam organisasi koperasi ialah bahwa setiap fungsi manajemen harus selalu memerhatikan manfaatnya bagi anggota koperasi selaku pemilik sekaligus pelanggan yang berbeda dari mom koperasi yang tidak di pengaruhi identitas ganda dari pemiliknya. Para pemilik koperasi mengharapkan dari perusahaan koperasi menunjang secara langsung melalui pengadaan barang dan jasa menurut jenis, harga dan syarat-syaratnya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya.

Perbedaan-perbedaan antara koperasi dan perusahaan nonkoperasi diantaranya adala seperti terlihat di table berikut: 

Koperasi
Perusahaan

Keanggotaan terbuka untuk semua pemakai.
Terbuka untuk para penanam modal tertentu.
Anggota
Jumlahnya kecil tidak merupakan halangan bagi para anggota. Pemasukan modal sebanding dengan pemanfaatannya atas pelayanan koperasi.
Penanaman modal di peroleh dari pembelian saham yang di tawarkan dengan harga pasar. Menambah jumlah anggota sebanyak jumlah penanaman modal sesuai yang di perlukan.
Modal
Pemakai adalah pemilik.
Penanaman modal adalah pemilik.
Pemilik
Berada pada anggota atas dasar yang adil dan sama.
Penanaman modal sebanding dengan modal yang di tanamkan oleh tiap-tiap penanaman modal.

Anggota memperoleh manfaat sebanding atas jasa yang di berikan baginya oleh koperasi. Tingkat bunga yang di bayarkan untuk modalnya terbatas.
Penanaman modal memperoleh bagian laba sebagai hasil dari modal yang di tanamkannya sebanding dengan modal yang di tanamkannya.
Manfaat

Persamaan-persamaan koperasi dengan perusahaan (badan usaha) lainnya ialah yang ada hubungannya sebagai kegiatan usaha otonom, yang harus bertahan secara berhasil dalam persaingan pasar dan dalam usahanya menciptakan “efisiensi ekonomis” dan kemampuan hidup keuangannya. 

sumber: buku koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S. 
 



Monopoli dan Diskriminasi Harga



MONOPOLI DAN DISKRIMINASI HARGA
Adakalanya terbuka kemungkinan kepada perusahaan monopoli untuk menjual barangnya di dalam dua pasar  (misalnya pasar dalam dan luar negeri) yang sangat berbeda sifatnya. Biasanya sifat permintaan di kedua pasar itu juga sangat berbeda. Untuk memaksimumkan keuntungannya perusahaan monopoli dapat menjalankan kebijakan diskriminasi harga.  
SYARAT – SYARAT DISKRIMINASI HARGA
Tidak semua perusahaan monopoli dapat melakukan diskriminasi harga. Hanya dalam keadaan-keadaan tertentu diskriminasi harga dapat di jalankan dengan sukses. Di bawah ini di jelaskan beberapa keadaan yang memungkinkan perusahaan melakukan diskriminasi harga.
1.      Barang tidak dapat di pindahkan dari satu pasar ke pasar lain. Sekiranya terdapat kemungkinan barang dapat di bawa dari pasar yang lebih murah ke pasar yang lebih mahal, maka kebijakan diskriminasi harga tidak akan efektif. Barang dari pasar yang lebih murah akan di jual lagi di pasar yang lebih mahal dan perusahaan tidak dapat menjual lagi barang yang di sediakan untuk pasar tersebut.
2.      Sifat barang atau jasa itu memungkinkan dilakukan diskriminasi harga. Barang-barang atau jasa tertentu dapat dengan mudah di jual dengan harga yang berbeda. Barang seperti itu biasanya berbentuk jasa perseorangan seperti jasa seorang dokter, ahli  hukum, penata rambut dan sebagainya. Mereka dapat menetapkan tarif mereka berdasarka kemampuan langganan untuk membayar, orang kaya di kenakan tarif yang tinggi, sebaliknya orang miskin di beri potongan diskon.
3.      Sifat permintaan dan elastisitas permintaan di masing-masing pasar haruslah sangat berbeda Kalau permintaan dan elastisistas adalah sangat bersamaan di kedua pasar tersebut, keuntungan tidak akan di peroleh dari kebijakan tersebut. Biasanya diskriminasi harga di jalankan apabila elastisitas permintaan di masing-masing pasar sangat berbeda. Apabila permintaan tidak elastis, harga akan di tetapkan pada tingkat yang relatif tinggi, sedangkan di pasar yang permintaannya lebih elastis, harga di tetapkan pada tingkat yang rendah. Dengan cara ini penjualan dapat di perbanyak dan keuntungan di maksimumkan.
4.      Kebijakan diskriminasi harga tidak memerlukan biaya yang melebihi tambahan keuntungan yang di peroleh tersebut. Adakalanya melaksanakan kebijakan diskriminasi harga harus mengeluarkan biaya. Apabila kejadian tersebut di lakukan di dua daerah yang berbeda, maka biaya untuk mengangkut barang harus di keluarkan. Dan sekiranya dilakukan di daerah yang sama, biaya yang di keluarkan mungkin dalam bentuk iklan. Apabila biaya yang di keluarkan adalah melebihi pertambahan keuntungan yang di peroleh dari diskriminasi harga, tidak ada manfaatnya untuk menjalakan kebijakan tersebut.
5.      Produsen dapat mengeksploiter beberapa sika tidak rasional konsumen. Ini  misalnya dilakukan dengan menjual barang yang sama tetapi dengan pembungkusan, merek, cap, dan kampanye iklan yang berbeda. Dengan cara ini produsen dapat menjual barang yang dikatakannya bermutu tinggi kepada konsumen kaya dan sisanya kepada golongan msyarakat lainnya. Cara yang lain adalah menjual barang yang sama, tetapi dengan harga berbeda pada daerah pertokoan yang berbeda. Di daerah pertokoan yang kaya harganya lebih di mahalkan dari pada di daerah pertokoan orang yang miskin.

CONTOH-CONTOH KEBIJAKAN DISKRIMINASI HARGA

1.      Kebijakan diskriminasi harga oleh perusahaan monopoli pemerintah.  Perusahaan listrik Negara misalnya menggunakan tarif yang berbeda untuk listrik yang di pakai rumah tangga dan yang di pakai perusahaan.
2.      Kebijakan diskriminasi harga oleh jasa-jasa profesional. Dokter spesialis, dokter praktek umum, ahli hokum dan guru kursus privat adalah beberapa golongan professional yang sering menjalankan diskriminasi harga dari jasa yang mereka berikan. Mereka biasanya mempunyai tarif yang fleksibel. Kepada orang yang relative tak mampu mereka mengenakan tariff yang rendah, sedangkan kepada orang kaya tarifnya di tinggikan.
3.      Kebijakan diskriminasi harga di pasar internasional. Dalam aspek ini perushaan membedakan di antara harga yang di jual di dalam negeri dengan harga untuk penjualan ke luar negeri. Harga penjualan ke luar negeri pada umumnya lebih rendah karena di pasaran internasional terdapat banyak saingan, dan untuk mempertinggi kemampuannya untuk bersaingan perusahaan perlu menekan harga hingga ke tingkat yang serendah mungkin.

Sumber: buku Mikro Ekonomi, karangan Sadono Sukirno