Fungsi dan Tujuan Perusahaan Koperasi
Fungsi-Fungsi Perusahaan Koperasi adalah sebagai berikut:
- Perlindungan terhadap sanksi-sanksi yang dapat timbul dari pengaruh lingkungan.
- Keuntungan dan Kerjasama melalui usaha bersama ini terutama berkaitan dengan realisasi dari pada "economic of large scale"
- Perbaikan posisi pasar
- Kemungkinan - kemungkinan yang lebih besar dalam berkomunikasi
- Memperlancar jalinan komunikasi
Tujuan Usaha Perusahaan Koperasi
1. Mempertahankan, jika mungkin meningkatkan bagian pasar dari suatu (beberapa) barang dan jasa dan menekankan serendah-rendahnya biaya produksi, yang harus lebih rendah dan sekurang - kurangnya sama dengan biaya produksi biaya pesaingnya.
2. Melindungi potensi ekonomisnya, menjaga/mengamankan likuiditasnya, dan menciptakan inovasi.
Sumber: buku Koperasi, karya Prof. Dr. Sartika Partomo, M.S
Minggu, 23 November 2014
Sejarah Koperasi di Indonesia
Sejarah Koperasi di
Indonesia
Pada masa penjajahan di berlakukan “culturalstelsel”
yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongn
bawah. Peristiwa tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih
Purwokerto:Raden Aryo Wiraatnadja (1895) untuk membantu mengatasi kemelaratan
rakyat. Kegiatannya di awali dengan menolong pegawai dan orang kecil dengan
mendirikan :”Hulpen Spaaren Laudbowcreedet”, didirikan juga:rumah-rumah gadai,
lumbung desa, dan ban-bank desa.
Pada tahun 1908 lahir perkumpulan “Budi Utomo”
didirikan oleh Raden Soetomo yang dalam programnya memanfaatkan sector
pengkoprasian untuk menyejahterahkan rakyat miskin, di mulai dengan koperasi
industry kecil dan kerajinan. Ketetapan Kongres Budi Utomo di Yogyakarta adalah
antara lain: memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui endidikan,
serta mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoperasi. Telah didirikan
“TokoAdil” sebagai langkah pertama pembentukan Koperasi Konsumsi.
Tahun 1915 lahir UU Koperasi yang pertama
:”Verodening op de Coperative Vereebiguijen” dengan Koninkijk Besluit 7 April
1912 stbl 431 yang bunyinya sama dengan UU Koperasi di Negeri Belanda (tahun
1876) yang kemudian di ubah tahun 192. Kesulitannya bagi rakyat Indonesia,
anggaran dasar koperasi tersebut harus dalam bahasa Belanda dan di buat di
hadapan notaries.
Tahun-tahun selanjutnya di usahakan perkembangan
koperasi oleh para pakar dan politisi nasional. Di zaman pendudukan Jepang
(1942-1945) usaha-usaha koperasi di koordinasikan/dipusatkan dalam badan-badan
koperasi di sebut “Kumiai” yang berfungsi sebagai pengumpul barang-barang
logistic untuk kepentingan perang. Tujuan Kumiai tersebut bertentangan dengan
kepentingan ekonomi masyarakat. Fungsi koperasi hanya sebagai alat untuk mendistribusikan
bahan-bahan kebutuhan pokok untuk kepentingan perang Jepang, bukan untuk
kepentingan rakyat Indonesia.
Setelah kemerdekaan 17 Agusrus 1945, bangsa
Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan ekonominya. Tekad para
pemimpin bangsa Indonesia untuk mengubah perekonomian Indonesia yang liberal
kapitalistik menjadi tata perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD
1945. Bangsa Indonesia bermakasud untuk menyusun suatu system perekonomian
usaha berdasarkan asas kekeluargaan. Bung Hatta menyatakan bangun usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 adalah koperasi.
Koperasi adalah bangun usaha yang sesuai dengan system perekonomian yang akan
di kembangkan di Indonesia.
Agar pengembangan koperasi benar-benar sejalan
dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Maka pemerintah melakukan reorganisasi
terhadap Jawatan Koperasi dan perdagangan menjadi dua Jawatan yang terpisah.
Jawatan Koperasi mengurus pembinaan dan pengembangan koperasi secara intensif
dengan menyusun program dan strategi yang tepat. Perkembangan koperasi pada
saat itu cukup pesat, karena di dukung oleh masyarakat.
Usaha pengembangan koperasi mengalami pasang surut
mengikuti perkembangan politik. Kongres-kongres koperasi, munas-munas, dan
lain-lain untuk pengembangan koperasi terus berlanjut. Tahun1958:UU No 70/1958
telah lahir UU tentang Koperasi pada dasrnya berisi tentang pembentukan dan
pengelolaan koperasi (seperti prinsip-prinsip Rochdale). Terbit
peraturan-peraturan pemerintah yang maksudnya mendorong pengembangan koperasi
dengan fasilitas-fasilitasnya yang menarik (PP dari Menkibud) tahun 1959:
mewajibkan pelajar menabung dan berkoperasi. Perkembangan tersebut tidak
berlanjut, karena partai-partia politik ada yang memanfaaktan koperasi sebagai
alat politik untuk memperluas pengaruhnya. Sehingga merusak citra koperasi dan
hilang kepercayaan terhadap koperasi sebagai organisasi ekonomi yang
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan mereka.
Untuk mengatasi situasi tersebut. Pemerintah Orde
Baru memberlakukan UU No 12/1967 untuk rehabilitasi koperasi. Koprasi mulai
berkembang lagi, salah satu programnya adalah pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD)
yang merupakan penyatuan dari beberapa koperasi pertanian kecil di pedesaan dan
di integrasikan dengan pembangunan di bidang – bidang lain. Perkembangan
koperasi secara kuantitas meningkat, tetapi secara kualitatif masih terdapat
banyak kelemahan. Salah satu kelemahan yang menonjol adalah tingginya tingkat
ketergantungan koperasi terhadap fasilitas dan campur tangan Pemerintah. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut UU No. 12/1967 di sempurnakan lagi dengan UU No.
25/1992. Melalui UU No. 25/1992 ada beberapa perubahan yang mendasar pada
pengertian koperasi dan berbagai aspek teknis pengelolaannya.
Sumber: Buku Koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S
LANDASAN DAN ASAS KOPERASI
LANDASAN
DAN ASAS ORGANISASI KOPERASI
Landasan organisasikoperasi merupakan pedoman dalam
menentukan arah, tujuan peranan, kedudukan organisasikoperasi dalam system
perekonomian Indonesia. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Pengkoperasian
menyatakan bahwa organisasi koperasi di Indonesia mempunyai landasan sebagai
berikut.
Landasan
Idiil
Sesuai dengan Bab II UU No. 25,
landasan idiil organisasi koperasi Indonesia adalah pancasila. Pancasila adalah
pandangan hidup dan ideology bangsa Indonesia. Masing-masing sila menjadi
pedoman yang mengarahkan semua tindakan dan kegiatan organisasi koperasi.
Undang-Undang Dasar 1945 khusus-nya Pasal 33 ayat (I) menyatakan bahwa
kemakmuran masyarakat yang di utamakan bukan kemakmuaran orang-seorang dan
bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Penjelasan 33
menempatkan koperasi dalam kedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional
dan sebagai bagian integral tata perekonomian nasional.
Koperasi merupakan badan usaha yang
memerlukan organisasi sebagai sarana mengelola kegiatannya secara baik.
Organisasi dimaksud harus sesuai dengan bentuk hukum (legal entity) yang dimiliki badan usaha tersebut. Beberapa bentuk
jenis hokum suatu usaha bisnis antara lain berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
yang tunduk pada hokum dagang (KUHD). Organisasi koperasi di atur dalam
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Organisasi adalah perangkat
atau wadah untuk mengelola suatu usaha menurut system tertentu yang disebut
manajemen, yang rincian fungsi-fungsinya di jabarkan menjadi uraian tugas-tugas
(job description) dalam organisasi
yang dikelompokan sedemikian rupa menjadi bagian-bagian (division), seksi-seksi dan lain-lain kelompok kerja yang di
tentukan batas-batas pertanggung jawaban masing-masing pimpinan kelompok kerja
tersebut. Tata kerja tersebut dilakukan oleh setiap badan usaha, termasuk
koperasi.
Sumber: buku Koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S
Sumber: buku Koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S
PERBEDAAN ANTARA KOPERASI DAN PERUSAHAAN KONVENSIONAL
PERBEDAAN
ANTARA KOPERASI DAN PERUSAHAAN KONVENSIONAL
Kekhususan dalam organisasi koperasi ialah
bahwa setiap fungsi manajemen harus selalu memerhatikan manfaatnya bagi anggota
koperasi selaku pemilik sekaligus pelanggan yang berbeda dari mom koperasi yang
tidak di pengaruhi identitas ganda dari pemiliknya. Para pemilik koperasi
mengharapkan dari perusahaan koperasi menunjang secara langsung melalui
pengadaan barang dan jasa menurut jenis, harga dan syarat-syaratnya sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhannya.
Perbedaan-perbedaan
antara koperasi dan perusahaan nonkoperasi diantaranya adala seperti terlihat
di table berikut:
Koperasi
|
Perusahaan
|
|
Keanggotaan terbuka
untuk semua pemakai.
|
Terbuka untuk para
penanam modal tertentu.
|
Anggota
|
Jumlahnya kecil tidak
merupakan halangan bagi para anggota. Pemasukan modal sebanding dengan
pemanfaatannya atas pelayanan koperasi.
|
Penanaman modal di
peroleh dari pembelian saham yang di tawarkan dengan harga pasar. Menambah
jumlah anggota sebanyak jumlah penanaman modal sesuai yang di perlukan.
|
Modal
|
Pemakai adalah
pemilik.
|
Penanaman modal
adalah pemilik.
|
Pemilik
|
Berada pada anggota
atas dasar yang adil dan sama.
|
Penanaman modal
sebanding dengan modal yang di tanamkan oleh tiap-tiap penanaman modal.
|
|
Anggota memperoleh
manfaat sebanding atas jasa yang di berikan baginya oleh koperasi. Tingkat
bunga yang di bayarkan untuk modalnya terbatas.
|
Penanaman modal
memperoleh bagian laba sebagai hasil dari modal yang di tanamkannya sebanding
dengan modal yang di tanamkannya.
|
Manfaat
|
Persamaan-persamaan
koperasi dengan perusahaan (badan usaha) lainnya ialah yang ada hubungannya
sebagai kegiatan usaha otonom, yang harus bertahan secara berhasil dalam
persaingan pasar dan dalam usahanya menciptakan “efisiensi ekonomis” dan
kemampuan hidup keuangannya.
sumber: buku koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S.
Monopoli dan Diskriminasi Harga
MONOPOLI
DAN DISKRIMINASI HARGA
Adakalanya
terbuka kemungkinan kepada perusahaan monopoli untuk menjual barangnya di dalam
dua pasar (misalnya pasar dalam dan luar
negeri) yang sangat berbeda sifatnya. Biasanya sifat permintaan di kedua pasar
itu juga sangat berbeda. Untuk memaksimumkan keuntungannya perusahaan monopoli
dapat menjalankan kebijakan diskriminasi
harga.
SYARAT
– SYARAT DISKRIMINASI HARGA
Tidak
semua perusahaan monopoli dapat melakukan diskriminasi harga. Hanya dalam
keadaan-keadaan tertentu diskriminasi harga dapat di jalankan dengan sukses. Di
bawah ini di jelaskan beberapa keadaan yang memungkinkan perusahaan melakukan
diskriminasi harga.
1. Barang tidak dapat di
pindahkan dari satu pasar ke pasar lain. Sekiranya
terdapat kemungkinan barang dapat di bawa dari pasar yang lebih murah ke pasar
yang lebih mahal, maka kebijakan diskriminasi harga tidak akan efektif. Barang
dari pasar yang lebih murah akan di jual lagi di pasar yang lebih mahal dan
perusahaan tidak dapat menjual lagi barang yang di sediakan untuk pasar
tersebut.
2. Sifat barang atau jasa
itu memungkinkan dilakukan diskriminasi harga. Barang-barang
atau jasa tertentu dapat dengan mudah di jual dengan harga yang berbeda. Barang
seperti itu biasanya berbentuk jasa perseorangan seperti jasa seorang dokter,
ahli hukum, penata rambut dan
sebagainya. Mereka dapat menetapkan tarif mereka berdasarka kemampuan langganan
untuk membayar, orang kaya di kenakan tarif yang tinggi, sebaliknya orang
miskin di beri potongan diskon.
3. Sifat permintaan dan
elastisitas permintaan di masing-masing pasar haruslah sangat berbeda Kalau
permintaan dan elastisistas adalah sangat bersamaan di kedua pasar tersebut,
keuntungan tidak akan di peroleh dari kebijakan tersebut. Biasanya diskriminasi
harga di jalankan apabila elastisitas permintaan di masing-masing pasar sangat
berbeda. Apabila permintaan tidak elastis, harga akan di tetapkan pada tingkat
yang relatif tinggi, sedangkan di pasar yang permintaannya lebih elastis, harga
di tetapkan pada tingkat yang rendah. Dengan cara ini penjualan dapat di
perbanyak dan keuntungan di maksimumkan.
4. Kebijakan diskriminasi
harga tidak memerlukan biaya yang melebihi tambahan keuntungan yang di peroleh
tersebut. Adakalanya melaksanakan kebijakan
diskriminasi harga harus mengeluarkan biaya. Apabila kejadian tersebut di
lakukan di dua daerah yang berbeda, maka biaya untuk mengangkut barang harus di
keluarkan. Dan sekiranya dilakukan di daerah yang sama, biaya yang di keluarkan
mungkin dalam bentuk iklan. Apabila biaya yang di keluarkan adalah melebihi
pertambahan keuntungan yang di peroleh dari diskriminasi harga, tidak ada
manfaatnya untuk menjalakan kebijakan tersebut.
5. Produsen dapat
mengeksploiter beberapa sika tidak rasional konsumen. Ini
misalnya dilakukan dengan menjual barang
yang sama tetapi dengan pembungkusan, merek, cap, dan kampanye iklan yang
berbeda. Dengan cara ini produsen dapat menjual barang yang dikatakannya
bermutu tinggi kepada konsumen kaya dan sisanya kepada golongan msyarakat
lainnya. Cara yang lain adalah menjual barang yang sama, tetapi dengan harga
berbeda pada daerah pertokoan yang berbeda. Di daerah pertokoan yang kaya
harganya lebih di mahalkan dari pada di daerah pertokoan orang yang miskin.
CONTOH-CONTOH
KEBIJAKAN DISKRIMINASI HARGA
1. Kebijakan diskriminasi
harga oleh perusahaan monopoli pemerintah. Perusahaan listrik Negara misalnya menggunakan tarif
yang berbeda untuk listrik yang di pakai rumah tangga dan yang di pakai
perusahaan.
2. Kebijakan diskriminasi
harga oleh jasa-jasa profesional. Dokter spesialis,
dokter praktek umum, ahli hokum dan guru kursus privat adalah beberapa golongan
professional yang sering menjalankan diskriminasi harga dari jasa yang mereka
berikan. Mereka biasanya mempunyai tarif yang fleksibel. Kepada orang yang
relative tak mampu mereka mengenakan tariff yang rendah, sedangkan kepada orang
kaya tarifnya di tinggikan.
3. Kebijakan diskriminasi
harga di pasar internasional. Dalam aspek ini
perushaan membedakan di antara harga yang di jual di dalam negeri dengan harga
untuk penjualan ke luar negeri. Harga penjualan ke luar negeri pada umumnya
lebih rendah karena di pasaran internasional terdapat banyak saingan, dan untuk
mempertinggi kemampuannya untuk bersaingan perusahaan perlu menekan harga
hingga ke tingkat yang serendah mungkin.
Sumber: buku Mikro
Ekonomi, karangan Sadono Sukirno
Langganan:
Postingan (Atom)