Minggu, 23 November 2014

Sejarah Koperasi di Indonesia



Sejarah Koperasi di Indonesia
Pada masa penjajahan di berlakukan “culturalstelsel” yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongn bawah. Peristiwa tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto:Raden Aryo Wiraatnadja (1895) untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya di awali dengan menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan :”Hulpen Spaaren Laudbowcreedet”, didirikan juga:rumah-rumah gadai, lumbung desa, dan ban-bank desa.
Pada tahun 1908 lahir perkumpulan “Budi Utomo” didirikan oleh Raden Soetomo yang dalam programnya memanfaatkan sector pengkoprasian untuk menyejahterahkan rakyat miskin, di mulai dengan koperasi industry kecil dan kerajinan. Ketetapan Kongres Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain: memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui endidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoperasi. Telah didirikan “TokoAdil” sebagai langkah pertama pembentukan Koperasi Konsumsi.
Tahun 1915 lahir UU Koperasi yang pertama :”Verodening op de Coperative Vereebiguijen” dengan Koninkijk Besluit 7 April 1912 stbl 431 yang bunyinya sama dengan UU Koperasi di Negeri Belanda (tahun 1876) yang kemudian di ubah tahun 192. Kesulitannya bagi rakyat Indonesia, anggaran dasar koperasi tersebut harus dalam bahasa Belanda dan di buat di hadapan notaries.
Tahun-tahun selanjutnya di usahakan perkembangan koperasi oleh para pakar dan politisi nasional. Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945) usaha-usaha koperasi di koordinasikan/dipusatkan dalam badan-badan koperasi di sebut “Kumiai” yang berfungsi sebagai pengumpul barang-barang logistic untuk kepentingan perang. Tujuan Kumiai tersebut bertentangan dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Fungsi koperasi hanya sebagai alat untuk mendistribusikan bahan-bahan kebutuhan pokok untuk kepentingan perang Jepang, bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Setelah kemerdekaan 17 Agusrus 1945, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan ekonominya. Tekad para pemimpin bangsa Indonesia untuk mengubah perekonomian Indonesia yang liberal kapitalistik menjadi tata perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Bangsa Indonesia bermakasud untuk menyusun suatu system perekonomian usaha berdasarkan asas kekeluargaan. Bung Hatta menyatakan bangun usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 adalah koperasi. Koperasi adalah bangun usaha yang sesuai dengan system perekonomian yang akan di kembangkan di Indonesia.
Agar pengembangan koperasi benar-benar sejalan dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Maka pemerintah melakukan reorganisasi terhadap Jawatan Koperasi dan perdagangan menjadi dua Jawatan yang terpisah. Jawatan Koperasi mengurus pembinaan dan pengembangan koperasi secara intensif dengan menyusun program dan strategi yang tepat. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, karena di dukung oleh masyarakat.
Usaha pengembangan koperasi mengalami pasang surut mengikuti perkembangan politik. Kongres-kongres koperasi, munas-munas, dan lain-lain untuk pengembangan koperasi terus berlanjut. Tahun1958:UU No 70/1958 telah lahir UU tentang Koperasi pada dasrnya berisi tentang pembentukan dan pengelolaan koperasi (seperti prinsip-prinsip Rochdale). Terbit peraturan-peraturan pemerintah yang maksudnya mendorong pengembangan koperasi dengan fasilitas-fasilitasnya yang menarik (PP dari Menkibud) tahun 1959: mewajibkan pelajar menabung dan berkoperasi. Perkembangan tersebut tidak berlanjut, karena partai-partia politik ada yang memanfaaktan koperasi sebagai alat politik untuk memperluas pengaruhnya. Sehingga merusak citra koperasi dan hilang kepercayaan terhadap koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memperjuangkan peningkatan kesejahteraan mereka.
Untuk mengatasi situasi tersebut. Pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No 12/1967 untuk rehabilitasi koperasi. Koprasi mulai berkembang lagi, salah satu programnya adalah pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) yang merupakan penyatuan dari beberapa koperasi pertanian kecil di pedesaan dan di integrasikan dengan pembangunan di bidang – bidang lain. Perkembangan koperasi secara kuantitas meningkat, tetapi secara kualitatif masih terdapat banyak kelemahan. Salah satu kelemahan yang menonjol adalah tingginya tingkat ketergantungan koperasi terhadap fasilitas dan campur tangan Pemerintah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut UU No. 12/1967 di sempurnakan lagi dengan UU No. 25/1992. Melalui UU No. 25/1992 ada beberapa perubahan yang mendasar pada pengertian koperasi dan berbagai aspek teknis pengelolaannya. 

Sumber: Buku Koperasi, karya Prof. Dr. Tiktik Sartika Partomo, M.S

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar